Suatu Hari Nanti, Aku akan Menungganginya!

•January 24, 2014 • Leave a Comment

Darman melirik jam di tangannya. Sebuah jam KW yang biasa ditemui di ITC itu menunjukkan jam 11. 05. Darman menoleh ke belakang dan mencolek Agus yang sedari tadi awas melihat tombol-tombol yang berkedap-kedip di depannya.

“Gus, coba kamu bilang sama Hadi, suruh penumpang siap-siap. Kita sebentar lagi tiba di stasiun……”

Agus mengangguk tanpa berkata apa-apa dan segera meninggalkan gerbong masinis, menyisakan Darman sendiri.

Darman mengeluarkan dompetnya. Diambilnya sebuah foto dari dompetnya yang sudah usang. Darman tersenyum melihat foto di tangannya. Sebuah foto Darman kecil dan bapaknya yang sedang memegang mainan kereta.

Tiba-tiba mata Darman terbelak. Sesuatu membuatnya kaget. Darman segera berteriak memanggil Agus sembari memencet tombol klakson di gerbong masinis itu.

***

Bunyi bel di perlintasan kereta api berbunyi di pagi yang cukup lenggang. Raungan tangis Darman kecil dalam sebuah mobil angkutan umum membuat penumpang lain gelisah. Suroto, bapak Darman, mencoba menenangkan anaknya yang menangis semakin kencang.

“Sudah jangan menangis nak, nanti hari Sabtu besok bapak ajak kamu ke Taman Ria yah!” Suroto  mengelus-elus kepala Darman dengan kasih sayang.

“Aku nggak mau sekolah Pak!” suara tangisan Darman kecil semakin menjadi.

“Tapi kamu kan harus sekolah, anak pintar! Ini hari pertama kamu sekolah.” Biasanya tatapan penuh cinta Suroto mampu melelehkan hati siapa saja, tapi tidak hati anaknya hari ini.

Darman kecil yang menangis semakin keras tiba-tiba melepaskan pelukan bapaknya dan berlari keluar mobil angkutan umum. Suroto yang kaget langsung keluar dari mobil angkutan mengejar Darman kecil. Darman kecil berlari diantara mobil-mobil yang berhenti menunggu kereta lewat, membuat Suroto tertinggal dan kehilangan jejak. Suroto semakin panik kehilangan jejak Darman kecil, kepalanya sibuk melihat ke kanan-kiri tanpa henti, mencari si buah hati yang hilang berlari.

Kereta api lewat di perlintasan itu. Suroto pun menemukan Darman kecil sedang berdiri tepat di depan palang pintu rel kereta api tersebut.

Darman kecil terdiam seperti terhipnotis oleh kereta api yang lewat. Matanya seakan tidak berkedip memperhatikan puluhan jendela kereta api yang lewat dengan cepat. Suroto memanggil nama Darman kecil dari kejauhan, tapi telinga Darman kecil seakan tidak mendengar apapun selain suara besi yang bersinggungan antara roda dan rel kereta. Angin berhembus meniup rambut Darman kecil terbang mengikuti arah kereta pergi.

Hari itu Darman kecil jatuh cinta pada makhluk yang baru pertama kali dia lihat dihidupnya.

“Suatu hari nanti, aku akan menungganginya!”

 

*bersambung karena udah ngantuk banget pas nulis*

GUE

•January 20, 2014 • Leave a Comment

EXT. DEPAN RUMAH – SORE

GUE

Assalamualaikum

Tangan GUE bergetar tidak berhenti sembari membuka pintu rumah. Gue mengangkat wajahnya yang sayu dan masuk ke dalam rumah.

CUT TO:

INT. DALAM RUMAH – SORE

BAPAK sedang membaca koran sembari merokok di ruang tamu. Di meja terdapat beberapa gelas bekas kopi hitam dan asbak yang penuh dengan berbagai macam merk rokok. Bapak menjawab tanpa menoleh.

BAPAK

 (ketus)

 Kumsalam

Gue perlahan jalan dan duduk di kursi yang bersebelahan dengan Bapak, wajah Gue ragu. Setelah duduk, Gue pun menjulurkan tangannya hendak bersalaman.

Bapak melirik ke arah Gue, tapi Bapak tidak menghiraukan uluran tangan Gue dan melanjutkan membaca koran.

Tangan Gue yang sudah terlanjur menjulur dimasukkannya ke dalam kantong celana dan Gue mengeluarkan sebuah foto berukuran 2R.

GUE

Ini… Sekarang Dia sudah berumur 3 bulan.

 (memberikan foto

kepada Bapak)

 Jadi…

Bapak menoleh sejenak dan menaruh koran dengan sembarang di atas meja. Gue menundukkan kepalanya, tidak berani melihat bapak.

Tangan Bapak dengan tegas mengambil foto dari tangan Gue.

 GUE (CONT’D)

 Jadi saya harap…

(berdeham)

 Ehm… Saya harap… Bapak kini mengijinkan

saya menikahi  anak bapak.

Mata Bapak tidak lepas sedikitpun dari foto di tangannya. Mata Bapak sudah berair. Kepala Gue perlahan bangkit melihat Bapak dengan berani. Wajahnya terlihat tegas.

 GUE (CONT’D)

 Kalau bukan untuk saya dan anak bapak…

 setidaknya ijinkankah untuk Dia.

Agar kelak Dia tau kalau sayalah…

 (terdiam sejenak)

…sayalah bapaknya!

FADE OUT.

DIBUAT HANYA DALAM WAKTU SETENGAH JAM TANPA PERSIAPAN.

TERINSPIRASI DARI LAGU ‘BAPAK-BAPAK’ OLEH SHEILA ON 7

Kenalin, Teman Hidup Gue!!

•May 7, 2013 • Leave a Comment

Sebelum gue cerita ketika gue jatuh cinta, gue pengen nanya dulu kriteria Teman Hidup yang perfect menurut elo itu yang kayak gimana sih? Coba pilih salah satu, elo pengen Teman Hidup yang kayak gimana. Cantik? Pinter? Dapat diandalkan? Fun? Sensitif? Pengertian? Atau malah perhatian? Kalo gue bilang gue udah nemu Teman Hidup yang cocok sama semua kriteria tadi jadi satu pada percaya nggak? Jangan kira yang kayak gitu nggak mungkin ada yah, soalnya tanggal 2 Mei kemaren itu gue ketemu sama yang kayak gitu.

I don’t say it love at first sight. Awalnya sih gue ngerasa biasa aja, ‘ah paling juga dia sama kayak yang lain’. Tapi ternyata gue salah. Di ballroom suatu hotel bintang 5, gue dikasih kesempatan buat lebih ngenal lebih dekat sama si dia. And guess what, gue langsung jatuh cinta sama dia! Teman Hidup yang nggak hanya cantik, pinter, dapat diandalkan, fun, sensitif, pengertian, dan juga perhatian.

1. Cantik

Nggak usah munafik, fisik yang menarik itu bisa jadi daya tarik tersendiri yang bikin orang jatuh cinta. Makanya salah satu hal yang bikin gue jatuh cinta sama dia itu ya cantik fisiknya. Gimana nggak jatuh cinta, body dia itu slim banget 136.6 x 69.8 x 7.9 mm, dan dengan berat cuma 130g doang, pas banget kalo kita pegang di tangan. Udah gitu belom lagi wajahnya yang enak banget diliat. Coba bayangin layar 5 inch dengan Full HD Super AMOLED dengan resolusi  1920 x 1080 pixel dan kepadatan 441ppi (pixel per inch) ditambah 16 juta warna yang dipancarkan wajahnya. Bikin kleper-kleper begitu bertatapan langsung sama dia.

oioo

5 inch Full HD Super AMOLED

2. Pinter

Nah bagi sebagian orang, Teman Hidup itu harus yang pinter. Dan beruntungnya si dia ini udah memenuhi kriteria tersebut. Gimana nggak pinter, si dia ini Exynos 5 Octa loh, otaknya ada dua 1,6 Ghz  Quad-Core Processor dan 1,2 Ghz Octa-Core Processor. Jadi udah nggak ada tuh lemot-lemot mikir kalo kita lagi pake aplikasi yang bergrafis tinggi atau ketika kita lagi multitasking. Karena otaknya saling backup atau bekerja berbarengan untuk meringankan load kerjaannya. Bukan cuma pinter itu doang, si dia ini juga punya S Translator. Cukup dengan berbicara ataupun menjentikkan jari, si dia udah bisa menterjemahkan beberapa bahasa asing dengan lancarnya. Pastinya dengan kemampuannya ini there will be no more language barriers. Jadi nanti kalo gue travelling ato bahkan bulan madu ke luar negeri, gue udah nggak perlu khawatir lagi karena udah bareng sama dia.

Image

S Translator

3. Dapat diandalkan

Kalian pernah punya Teman Hidup yang nggak bisa diandalkan? Ah itu mah banyak. Tapi untungnya si dia ini justru bisa diandelin banget. Dengan Baterai Li-Ion 2,600mAh gue yakin banget dia bakalan kuat nemenin gue seharian apalagi kalo mobilitas gue lagi tinggi-tingginya, dijamin nggak mengecewakan.

4. Fun

Semua orang pasti pengen punya Teman Hidup yang fun alias asik. Percuma kan kalo udah cantik, pinter, dan dapet diandalkan tapi nggak asik. Si dia kira-kira masih kurang asik nggak kalo punya kamera utama (kamera belakang) 13 MegaPixel dan kamera depan 2 MegaPixel yang dilengkapi Auto Focus, Flash (kamera belakang), dan Zero Shutter Lag?

asik

13 MegaPixel dengan Auto Focus, Flash, dan Zero Shutter Lag

 

Pasti asik dong. Kebetulan gue juga punya kriteria tambahan sendiri untuk ngegambarin fun menurut gue:

  • Dual Shot. Keren nggak sih kalo si dia bisa pake kedua kameranya berbarengan? Si dia ini bisa menjalankan dua kameranya sekaligus biar gue bisa ikutan mejeng ketika lagi fotoin orang atau videoin momen-momen tertentu. Ditambah lagi ada frame-frame foto lucu yang bisa dipilih sesuai dengan selera gue.

    Image

    Dual Shot

  • Sound and Shot. Terkadang mengabadikan momen dengan foto aja kurang asik karena kurang bisa merasakan apa yang terjadi ketika foto itu diabadikan. Nah, si dia ini bisa juga merekam suara ketika kita mengabadikan foto. Jadi momen yang ditangkap bukan hanya bisa dilihat, tapi juga bisa didengar.
  • Drama Shot. Pernah mencoba mengambil momen tertentu lantas gagal karena kamera terlambat? Untungnya bersama si dia kejadian itu tidak akan terjadi lagi. Si dia bisa melakukan Drama Shot yang menangkap 100 frame/4 detik, jadi elo bisa tetap beraksi dinamis tapi tetap terekam dalam satu bingkai foto.
Image

Drama Shot

  • Story Album. Si dia bisa dengan sendirinya mengetahui lokasi gue ketika mengambil foto dengan geotagging dan si dia akan mengelompokkan foto-foto yang diambil dari tempat yang sama ke dalam satu album sendiri.
  • Eraser. Ini dia yang paling asik dari semua kriteria menurut gue. Pernah keganggu sama orang yang lewat-lewat ketika mau foto? Sekarang udah nggak perlu lagi keganggu karena si dia bisa ngapus objek di luar fokus kamera. Jadi setiap elo foto nggak perlu lagi deh tuh nunggu orang lewat.

Punya kriteria tambahan untuk ngegambarin fun aja nggak cukup. Si dia ini perlu dibuktikan kadar fun-nya dengan melihat pergaulannya. Dan udah nggak diragukan lagi si dia ini pasti gaul banget. Si dia dan teman-temannya biasa terhubung dengan Group Play yang bisa saling share segala macam dari mulai musik, game, foto, dan juga dokumen sekaligus ke beberapa orang. Kurang gaul dan fun apalagi cobak?

grup

 5. Sensitif

Pernah punya Teman Hidup yang nggak sensitif? Susah kan jadinya kalo mau ngapa-ngapain tapi nggak sensitif? Gue ini beruntung banget karena kenal dia yang sensitif. Dengan 9 sensor yang terdapat di badan si dia, udah nggak diragukan lagi kalo si dia ini sensitif banget. Lagi makan pake tangan terus tiba-tiba pengen browsing atau muter video? Nggak perlu takut si dia bakalan kotor karena makanan di tangan, si dia ini udah dilengkapi dengan Air View / Air Gesture. Cukup kibas tangan di depan si dia, infra red si dia akan mendeteksi gerakan tangan elo dan melakukan apa yang elo mau tanpa harus menyentuh. Bahkan saking sensitifnya, Air View / Air Gesture ini tetap bisa digunakan walaupun gue lagi pake sarung tangan.

6. Pengertian

Bagi sebagian orang yang complicated, kriteria pengertian dalam mencari Teman Hidup ini adalah yang paling utama. Dan si dia ini udah nggak bisa dipungkiri lagi kadar pengertiannya. Si dia ini bisa langsung connect dengan perangkat TV dan bisa jadi remote ataupun mengusulkan tontonan yang menarik yang disiarkan di TV. Gosipnya sih kemampuan yang namanya Watch On ini akan dikembangkan terus jadinya nanti bisa mengontrol perangkat lain selain TV seperti AC. Selain itu si dia juga punya kemampuan Smart Pause yang bisa menghentikan segala kegiatan seperti menonton ketika kepala kita berpaling dari si dia. Jadi gue udah nggak bakalan ketinggalan barang sedetik dari apapun yang gue lagi tonton. Dan kerennya, si dia bakal resume semuanya ketika kepala gue udah ngadep lagi ke si dia.

7. Perhatian

Last but not least, kriteria Teman Hidup yang penting adalah perhatian. Karena percuma juga semua kriteria di atas kalau dia perhatian sama gue. Perhatian dalam bentuk apa nih? Ya macem-macem sih, tapi salah satu bentuk perhatian yang utama adalah si dia ini pengen gue selalu sehat. Makanya si dia punya S Health yang nantinya akan memperhatikan kesehatan gue selama bersama dia. Si dia ini dengan akselometer, barometer, dan pedometer bisa menghitung langkah kita sehari-hari hingga tau berapa banyak kalori yang dikeluarkan setiap harinya. S Health ini juga bisa menjadi buku harian atas apa saja yang kita makan. Pengen tau keadaan ruangan sekarang? Nggak usah bingung, salah satu sensor si dia akan menghitung kelembaban dan suhu udara yang langsung akan tampil di layar S Health untuk memberi tau gue kalau ruangan itu nyaman apa nggak buat gue tempatin lama-lama

Image

S Health

.

Ini  elo pada udah pada ngerti kan gue lagi ngomongin siapa? Masa masih belom ngeh juga sih? Si dia yang jadi Teman Hidup gue itu ya Samsung Galaxy S4 laaah. Makanya nggak salah lagi kalo Samsung menjuluki ponsel ini LIFE COMPANION, karena cuma Samsung Galaxy S4 yang bisa menuhin kriteria Teman Hidup gue.

Image

Samsung Galaxy S4: Life Companion

Jadi, udah pada tau kan siapa yang jadi Teman Hidup gue?

Kalo elo mau kenalan juga mending liat langsung ke sini deh:

http://www.samsung.com/global/microsite/galaxys4/

Si Bisu yang Bersuara

•April 3, 2013 • Leave a Comment

Image

Brilian, unik, dan tidak membosankan. Itulah tiga kata yang terlontar ketika pertama kali menonton film the Artist ini. Iya, saya memang tidak menonton di bioskop ketika pertama kali keluar di tahun 2011, karena saat itu saya berfikiran “buat apa menonton film yang notabene tidak ada suaranya dan tidak berwarna? Bukankah lebih baik mendownload atau menunggu tayang di HBO saja?”. Maka menontonlah saya the Artist kemarin ketika tayang di HBO (saya lupa di HBO apa), dengan rasa “aaahh, akhirnya nonton juga.”

Sebenarnya ide cerita yang ditulis dan juga disutradarai Michel Hazanavicius (iya, saya harus googling dulu cara nulis namanya) ini cukup simpel, tapi dirajut dengan baik sekali hingga menghasilkan karya yang luar biasa keren (gimana nggak keren, lah wong film ini menang banyak banget penghargaan dari Oscar, BAFTA, Golden Globe, you just name it and this film is already won it). Dengan bekal award segitu banyak dan kenyentrikan film bisu dan hitam-putih ditengah-tengah jaman film modern ini, tentu saja the Artist akan dengan mudahnya menarik perhatian orang yang menontonnya.

Film ini dimulai dengan memperlihatkan kemapanan seorang George Valentin, seorang aktor besar di tahun 1927, yang secara tidak sengaja bertemu dengan Peppy Miller yang kemudian mereka berdua menjadi headline tabloid karena telah berpose bersama. Ketidaksengajaan mereka pun berlanjut ketika Valentin dan Peppy tidak sengaja harus beradu akting dalam sebuah film (kala beradu akting Valentin sampe grogi dan take berulang-ulang loh). Semenjak kejadian itu, Valentin pun seperti memiliki chemistry dengan Peppy yang membuat Valentin pun membantu Peppy masuk ke insustri film. Cerita selebihnya adalah bagaimana Valentin, si bintang film bisu, yang perlahan redup karena kehadiran Peppy sebagai bintang baru untuk film bersuara yang mulai berkembang di tahun 1932.

Yang saya salut dalam film ini adalah, pertama, film ini dapat menyampaikan maksud cerita, memperlihatkan emosi karakter, dan juga membuat penonton mengerti dengan jalan ceritanya tanpa harus menggunakan banyak dialog (kalaupun ada dialog ya menggunakan tulisan seperti film bisu). Itu merupakan tantangan tersendiri bagi seorang penulis skenario. Terlebih lagi, banyak dari penulis skenario yang dengan gampangnya menggunakan dialog untuk merunut kejadian, menjelaskan jalan cerita, atau bahkan memperlihatkan emosi karakter secara gamblang (kalo di sinetron tuh si karakter akan ngomong “saya marah” atau “setelah saya berbicara dengan dia, saya akan pergi” yang sebenarnya harus digambarkan melalui adegan, bukan dialog).

Selain penulisan skenario yang oke dan penyutradaraan yang keren, akting dari Jean Dujardin (iya, ini googling lagi) yang juga memukau bikin kita enggan beranjak dan penasaran apa yang selanjutnya akan terjadi pada George Valentin. Aktingnya juga terasa hingga ke hati ketika George Valentin yang sudah miskin harus menerima kenyataan kalau masanya sudah lewat, membuat saya pribadi tertegun ketika menyaksikan film ini. Akting hebatnya terbukti ketika Jean Dujardin berhasil memenangkan best actor di berbagai macam festival film.

Dan yang terakhir adalah original soundtrack yang dibuat ala film klasik yang berhasil ‘menemani’ film ini hingga tidak sepenuhnya ‘bisu’. Lagu-lagu yang mengalun cukup  membantu sekali kehadirannya agar penonton bisa ikut mengarungi emosi karakter dan juga mood dari adegan.

Intinya the Artist ini merupakan pengalaman menonton yang baru untuk saya. Sebuah perjalanan menyusuri hitam-putihnya warna, ketiadaan dialog, dan permainan melodi lagu simpel yang memikat. Terlebih film the Artist ini berhasil mengalahkan banyak pesaing-pesaing film lainnya yang lebih berwarna, juga bisa bermain kata-kata, dan permainan musik yang mempesona. Maka tidak salah kalau saya mengatakan kalau the Artist ini merupakan Si Bisu yang Bersuara.

Mau Ketemu Kamu…

•February 12, 2013 • 2 Comments

Kalau ada pertanyaan siapa manusia yang paling ingin aku temui ketika gathering besok, ya jawabannya pasti kamu.

Iya, kamu. Nggak usah sok “masak sih gue?” gitu deh, aku beneran pengen ketemu kamu.

Kok kamu masih nanya “kenapa?”, masak aku harus jelasin berulang-ulang sih? Ya karena kamu itu si Perempuan Bertudung Merah.

Nah sekarang kamu malah jadi nanya “Itu siapa?”, dia itu ya kamu. Masih nggak ngerti juga? Oke, gimana kalo kita convert nama Perempuan Bertudung Merah ke bahasa Inggris.

Perempuan itu Girl, Bertudung itu Be Covered, Merah itu Red. Jadi maksudnya Girl be covered by red. Eh nanti dulu deh, kok jadi beda yah artinya. Maksud aku Perempuan Bertudung Merah itu ya Red Riding Hood.

Yes, I always want to meet you because you are (my little) Red Riding Hood.

Review: the Billionaire

•March 2, 2012 • Leave a Comment

Tulisan ini sebenarnya dibuat tanggal 5 Februari, cuma baru diselesaikan tanggal 29 Februari kemarin, makanya baru diposting sekarang. Enjoy….

Waaakkksss…. Ini pertama kalinya gue nulis lagi menggunakan narasi di awal tulisan seperti ini. Terakhir bikin tulisan dengan narasi seperti ini tuh waktu jaman Multiply. Hahahaha…. Oke seperti judulnya, (ceritanya) gue mau bikin review tentang film the Billionaire yang baru aja gue tonton semalem (3 Februari). By the way, gue coba nulis ini dengan cukup hati-hati, semoga aja nggak (nggak sengaja) spoiler.

REVIEW: THE BILLIONAIRE

 

Top Ittipat. Sebelum film ini keluar gue nggak akan pernah tau siapa gerangan orang yang punya nama sama kayak nama wafer idola jaman gue kecil yang sekarang entah masih produksi apa nggak. Top diperankan oleh orang yang main di Suck Seed (I don’t know his name and too lazy to google his name), walau di Suck Seed bukan dia main talentnya, tapi akting dia itu yang menurut gue paling menonjol di film itu selain kecantikan Nattasha Nauljam (perempuan ini cantik luar biasa, coba di google deh) <3.

Film dimulai dengan memperlihatkan rutinitas seorang anak SMA yang gemar main game online, dia mulai menemukan kalau dari hobinya main game online dia bisa memperoleh uang yang banyak (gimana nggak banyak, dia bisa sampe beli mobil). Top ini anak yang bisa dibilang beruntung, karena nggak semua orang bisa menghasilkan uang dari hobi mereka. Tapi walaupun Top punya uang banyak dan bisa beli apa aja, dia mengalami benturan-benturan terutama dari orang tuanya yang nggak suka Top yang masih sekolah malah lebih fokus nyari duit dengan main game dari pada belajar untuk kelulusannya.

Cerita mulai berjalan ketika akun game online Top dibanned. Top yang sudah kepalang sombong kepada orang tuanya dan tidak mau meminta uang dari mereka mulai memikirkan gimana caranya mendapatkan uang dari sisa tabungan uang game online. Maka Top yang cukup cerdas dan berani ini tanpa pikir panjang mengambil cara gampang dengan berjualan DVD Player. Nah inilah awal mula Top mulai merasakan kegagalan-kegagalan yang sebelumnya tidak dia dapatkan ketika mendapatkan uang dari game online-nya.

Jatuh-bangun Top mulai terasa berat ketika orang tuanya pergi meninggalkan Thailand dan tinggal bersama kakak-kakak Top di China untuk menghindari utang dari bank. Kemudian problem naik ketika Top tidak lulus ujian untuk masuk kuliah dan hubungan dengan pacarnya saat itu memburuk. Tapi satu yang Top lakukan, dia tidak menyerah dalam membangun usahanya. Walaupun sering kali usahanya gagal dan mendapatkan kendala, namun Top tetap pantang menyerah dan giat mencari jalan keluar.

Berkali-kali Top gagal, berulang kali juga Top mengalami cobaan dalam bisnisnya, namun itu tidak menghentikan niat Top untuk terus berusaha menjadi pengusaha yang sukses. Nilai pantang menyerah yang dimiliki Top patut diacungi jempol walau minus dengan kecerobohannya dalam memilih bisnis dan juga menjalankannya. Tapi walau berulang kali Top gagal, dia selalu saja menemukan jalan keluar untuk tetap berbisnis (walau terkadang malah terlihat seperti berjudi karena mengorbankan banyak hal)

Ada banyak hal positif yang bisa diambil di film ini, termasuk kalau sebenarnya pendidikan itu tidak selalu menentukan keberhasilan kita (walaupun pendidikan juga penting dan memudahkan kita untuk mencapai keberhasilan). Tapi hal yang paling penting untuk berhasil adalah pantang menyerah, fokus ke jalan keluar bukan fokus ke masalah, berani mengambil langkah besar dalam hidup dan selalu belajar tanpa pernah berhenti (belajar disini bukan berarti harus sekolah/kuliah, belajar dari kehidupan adalah sekolahan yang paling mahal dan sulit).

Film ini sebenernya agak menohok gue sih, terutama karena sebenarnya gue lebih memilih tidak melanjutkan kuliah. Namun bedanya gue masih harus membuktikan ke orang tua kalau pilihan gue untuk tidak melanjutkan kuliah ini adalah yang terbaik untuk mereka maupun untuk gue.

Sekarang bola untuk sukses ada ditangan kita (gue dan kalian), tinggal bagaimana kita menggiring bola itu ke mana dan akan menendangnya ke mana. Intinya setiap pilihan dalam hidup ini mengandung risiko yang sama besarnya, pilih risiko itu dan jalani sepenuh hati tanpa mengenal kata berhenti, Insya Allah keberhasilan ada di depan mata kita.

Review #N5MtheMovie

•February 21, 2012 • 9 Comments

Sebelumnya ini adalah review pertama yang gue upload ke blog dan review kedua yang pernah gue bikin setelah ‘the Billionaire’ yang mau gue selesain sedikit sebelum gue upload dalam waktu dekat ini.

Pagi itu gue dibangunin subuh oleh chat di whatsapp yang isinya “sampai di Bandung” oleh teman saya Cipto, and I was like “aaaahh ngantuk, apa nggak dateng aja yah hari ini nonton Negri 5 Menara di Fx” apalagi semalam gue abis pergi sampe jam 1an sama @anggadhana dah @heyechi (promosiin akun temen). Tapi janji adalah janji. Berbekal janji ke @galoeh11 dan juga nonton gratis (iyak, gue orangnya #mureee) gue pun berangkat dengan badan yang belom mandi selama 3 hari (#MalasMandiUnite). Oke, itu prolognya. Sekarang mari kita masuk ke review film Negri 5 Menara yang gue tonton dengan keadaan setengah mengantuk. Semoga nggak spoiler yaaah..

REVIEW NEGRI 5 MENARA:

Terlepas dari keberhasilan novelnya menyabet best seller, saya sebenarnya tidak terlalu tertarik untuk membaca novelnya, padahal sudah banyak teman yang merekomendasikan buku itu kepada saya. Karena saya belum pernah membaca bukunya sama sekali, jadi pikiran saya cukup kosong dari presepsi dan juga beban ekspektasi yang biasanya ditanggung oleh orang yang sudah terlebih dahulu membaca novel Negri 5 Menara ketika menonton film ini.

Kesungguhan. Menurut saya itulah tema yang diangkat di film ini. Sesuai dengan tag filmnya “man jadda wajada” yang artinya “siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil.” Sebelum menonton film ini saya sempat melihat trailer film Negri 5 Menara dan saya langsung berfikiran kalau film ini akan sama dengan film Laskar Pelangi yang mengedepankan perjuangan (sekelompok) anak yang kurang beruntung dalam menjalani sekolah.

Tapi di menit-menit awal film saya langsung merasakan perbedaan feel dengan Laskar Pelangi ketika dipertemukan dengan Point of Attack film yang menggambarkan kalau orang tua dari Alif (Gaza Zubizareta) menginginkan Alif untuk melanjutkan sekolah di Pesantren Madani. Alif yang semula menginginkan untuk melanjutkan sekolah di Bandung dan melanjutkan ke ITB agar dapat menjadi seperti idolanya Habibie menolak permintaan tersebut. Namun ayahnya mengajari untuk menjalani dulu apa yang sudah dipilihkan oleh ibunya (yang justru menginginkan Alif menjadi tokoh yang memikirkan umat seperti Buya Hamka) sebelum Alif menolaknya.

Berbekal keyakinan yang setengah hati ketika pertama kali masuk di Pesantren Madani, Alif mulai diajari arti kata ‘kesungguhan’ oleh Ustad Salman (Donny Alamsyah)  gurunya dan juga kelima teman-teman yang menamakan dirinya Sohibul Menara. Alif bersama kelima temannya yaitu Said (Ernest Samudra), Baso (Billy Sandy), Atang (Rizki Ramdani), Raja (Jiofani Lubis), dan Dulmajid (Aris Putra) kemudian memantapkan impian mereka untuk berfoto dengan menara-menaranya masing-masing di lima negara yang berbeda.

Sepanjang film keenam Sohibul Menara ini dihadapkan dengan beberapa masalah yang membutuhkan kesungguhan dalam menyelesaikannya. Dari masalah kecil seperti ingin menonton Thomas-Uber Cup sampai dengan masalah yang besar seperti pementasan yang hampir gagal karena salah seorang Sohibul Menara harus pulang kampung. Berbagai macam masalah yang timbul perlahan mendeliver pesan ke penonton kalau dengan kesungguhan, seberat apapun masalah yang timbul maka akan ada jalan keluarnya.

Kalau dari cerita sudah tidak perlu diragukan lagi, secara film ini diangkat dari novel best seller dan skenarionya ditulis oleh seorang Salman Aristo yang menurut saya merupakan penulis skenario nomor satu di Indonesia saat ini. Di film ini Salman Aristo berduet dengan Rino Sardjono yang merupakan penulis muda berbakat yang menurut saya cukup menjanjikan kedepannya.

Penulisan skenario yang kuat juga didukung oleh soundtrack yang mengalir dan pas dengan setiap adegannya, menurut saya Yovie cukup berhasil membuat penonton larut dengan nada-nada yang mengiringi mata dalam menonton adegan demi adegan di film ini.

Pemilihan aktor juga patut diacungi jempol di film ini. Akting Atang dan Baso yang terasa mengalir sekali benar-benar membuat saya salut, ditambah logat yang (menurut saya) terasa asli. Alif disini seperti terintimidasi oleh akting Atang dan Baso yang sangat menonjol, menjadikan Alif justru terlihat seperti bukan pemeran utama. Tapi terlepas dari itu semua aktor yang bermain di film ini cukup memuaskan.

Yang saya kagumi lagi adalah art directornya Eros Eflin yang membuat penonton (khususnya saya) menjadi yakin kalau kita sedang berada ditengah-tengah tahun 1980an. Suasana ketika Alif dan teman-temannya pergi ke Bandung, mobil-mobil, sepeda, bahkan keadaan Pesantren Madani yang saya yakin keadaan pesantren aslinya tidaklah seperti itu. Saya benar-benar terbius dengan balutan art yang dihasilkan film ini.

Terakhir adalah pemilihan sutradara yang jatuh pada Affandi Abdul Rahman. Pada awalnya saya sempat meragukan hasil dari sutradara muda ini karena saya belum pernah menonton hasil karyanya secara utuh. Satu-satunya film karya Affandi Abdul Rahman yang saya sudah tonton adalah Heart-Break.com, itupun cuma seperempat akhirnya saja sehingga saya tidak bisa menilai secara utuh karyanya. Namun secara keseluruhan, Affandi Abdul Rahman berhasil mendirect film Negri 5 Menara ini dengan baik sekali.

Kesimpulannya adalah menurut saya film Negri 5 Menara ini sangat dekat dengan kita, terlebih dengan tema yang menggugah setiap orang yang mendengarnya. Siapa orang yang tidak mau menjadi sukses? Pasti semua orang ingin menjadi sukses. Namun apa yang harus dilakukan oleh orang sukses? Ya, yang harus dilakukan oleh orang sukses adalah mengaplikasikan kalimat “man jadda wajada”. Secara pribadi saya justru tersentuh dengan perjuangan Alif, terlebih karena saya sendiri tidak berhasil menyelesaikan kuliah saya sampai selesai. Maka ada beberapa adegan ketika Alif bimbang melanjutkan atau tidak sekolahnya, saya merasa tersentuh dan dekat sekali dengan Alif. Saya sangat merekomendasikan film ini untuk ditonton oleh semua kalangan karena pesan moral yang disampaikan disini sangatlah mengena dihati. Rating dari saya 3 ½ dari 5 bintang untuk film yang akan tayang tanggal 1 Maret 2012 mendatang ini.

Surat untuk: @Lalitia, My First Crush

•January 31, 2012 • 1 Comment

SURAT CINTA UNTUK CINTA MASA KECILKU

Suatu hari di pertengahan tahun 1996 bertempat di salah satu Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri di bilangan Cikini ada seorang kurus, pendek, berkacamata bulat, berambut belah tengah, kulit kehitaman, dan dengan gigi tonggos yang kemana-mana selalu ditemani oleh 3 sahabat yang tidak jauh cupunya secara penampilan. Bajunya kebesaran, celananya kependekan, tapi sepatunya up to date banget, dia memakai LA Gear dan juga jam G-Shock (sebelum akhirnya ilang entah kemana). Betul, bocah tengil lagi polos tadi itu adalah aku.

Ini adalah hari pertama sekolah, dan aku yang masuk dengan status cadangan tidak langsung mendapatkan kelas. Di hari pertama aku ditempatkan sementara di kelas 1-4. Karena masuk kelas terakhir akupun harus menerima duduk di kursi ‘sisa’ yaitu duduk disebelah murid asal Papua bernama Sam. Untuk beberapa hari kedepan kita berdua menjadi bahan bully karena dia yang ‘berbeda’ dan aku yang ‘cupu’ sampai akhirnya guru Bahasa Indonesia kelas itu Ibu Aisha akhirnya menyelamatkanku dengan mengatakan: “Rizki, kamu pindah ke kelas Ibu di 1-5 yah!!”

Dengan penampilan bullyable dan minimnya pergaulan (gue berasal dari SD Swasta yang muridnya cuma kurang lebih 20 orang dan selama 6 tahun kita tuh sekelas terus), masuk ke sekolah negri yang rata-rata muridnya 40 orang/kelas memang terasa agak menakutkan. Dan lagi-lagi aku harus menerima tempat duduk sisa di kelas baruku ini. Awalnya aku lupa duduk bersebelahan dengan siapa dan di mana, but somehow aku menghabiskan tahun pertama di SMP terjebak duduk bersama Bayu si kemayu (#rhyme), yang secara kelakuan mirip sekali dengan Olga Syahputra. Aku duduk kedua dari depan, di depanku duduk Yani si juara kelas, bersama hmmmm….. hmmmm….. (jujur gue lupa ini namanya siapa), dan kamu duduk bersama Rossy (kalau nggak salah) persis tepat di belakang mejaku. Ya, Tuhan memang baik sekali menempatkan kamu duduk di dekat aku.

Bagaimana Tuhan tidak baik? Aku diberi tempat duduk dekat dengan Lalitia Apsari, perempuan yang pintar, cantik, dan supel (iya, kata supel itu lame, tapi gue nggak bisa nemu kata yang pas lagi buat ngegambarin ini. :D). Sesuatu yang sangat berlawanan dengan aku saat itu. Dengan rambut sepundak, kulit yang putih, sesekali memakai kaca mata (ini gue agak lupa. Tapi seinget gue, elo emang sesekali pake kaca mata), memakai kawat gigi, dan memiliki senyum renyah seperti Cameroon Diaz, you make me realize that I have a crush for you, my first ever crush.

Ada beberapa kejadian-kejadian yang aku ingat waktu sekelas dengan kamu di kelas 1-5. Aku inget jaman itu di bioskop lagi muter film Space Jam dan aku sempat tertukar nyebut Lola Bunny dengan Lalit Bunny (something stupid). Terus hari sabtu abis penurunan bendera (kita masuk siang waktu kelas satu) Bayu teman sebangku aku buang air besar di celana dan entah kenapa tertuduh pertama saat itu adalah aku dan kamu yang nunjuk aku sampai akhirnya celana putih Bayu mulai berubah warna jadi kecoklatan.

Tanpa aku sangka, Tuhan ngasih aku waktu satu tahun lagi untuk sekelas sama kamu. Iya, kita sekelas lagi di kelas 2-8. Tapi kali ini kamu duduk agak jauh dari tempat dudukku. Ada beberapa hal yang cukup aku ingat di kelas 2 ini. Pertama, aku satu jemputan ketika pulang dengan Hakim, bocah ganteng yang banyak digilai perempuan-perempuan saat itu, dan aku tau kalian dekat. Jadi suatu hari beberapa teman sejemputan kelepasan bilang kalo aku suka sama kamu di depan Hakim. Tapi bukannya membully, Hakim malah dengan baik hatinya memberikan photo box kamu ke aku. Foto yang langsung menghiasi dompet aku sampai akhirnya teman sebangku aku Fachrurozi (yang juga suka sama elo) mencuri diam-diam dari dompetku. Seingat aku, Hakim dan kamu pun pernah jadian yah waktu kelas 2? Yang aku ingat setiap istirahat Hakim selalu main ke kelas dan kalian duduk di tempat duduk kamu, kursi paling depan, paling kanan dan paling dekat dengan pintu.

Ga banyak lagi sih yang aku ingat dari kamu, secara saat itu aku lebih sering berpacaran dengan game dan komik daripada bergaul dan mencoba mendekati kamu. Cuma aku sempat beberapa kali bertemu kamu ketika SMA, ketika aku sedang main ke SMA 8. Yang aku ingat kita berpapasan di pintu gerbang sekolah, kamu saat itu sepertinya sedang menunggu sesuatu/seseorang sampai akhirnya aku melayangkan senyuman ketika melewati kamu. Jujur aku masih belum punya keberanian untuk menyapa kamu saat itu.

Selepas dari SMA aku benar-benar tidak pernah bertemu lagi dengan kamu. Aku cuma mendengar dari teman-temanku kalau kamu kuliah di Arsitek UI. Sampai akhirnya tanpa sengaja aku berpapasan dengan kamu di escalator Fx ketika acara Social Media Festival. You haven’t change a bit. In my memories, you’re still Lalitia that I know from Junior High.

I don’t know if you ever notice or remember any of this, but thank you for being my first crush.

Rizki Januar Saputra

Surat ke #2: salam kenal Perempuan Hujan

•January 24, 2012 • 3 Comments

Hai kamu yang aku kenal sebagai Perempuan Hujan, terima kasih telah mengirimkan surat untukku. Jujur aku tidak menyangka akan ada yang mengirimkan aku surat kaleng, terlebih kemudian kamu menulis lagi dua surat selanjutnya untukku. Dua hari terakhir agak mengejutkan karena sekarang ini kamu sudah mulai menggunakan blog dan akun Twitter sendiri untuk menuliskan surat kepadaku, membuat aku tertarik dan tertantang untuk mencari tau siapa kamu.

Kalau aku boleh sotoy (aku emang anaknya sotoy), aku sebenernya bisa-bisa aja menebak siapa kamu. Because I’ve been narrow down some fact here, the way you write, and another pretty little details about you. And you know what, it leaves me with 2 people who can be you. Tetapi kalau kamu tidak mau mengaku bahkan ketika aku menebak siapa kamu, itu tandanya kamu memang tidak ingin ditemukan, dan aku akan menghargai itu. At least sampai kamu menyelesaikan 30 suratmu. Boleh yah? (yes, aku balikin kata-kata kamu).

By the way, kamu beneran tau siapa yang sedang aku taksir belakangan ini? Apa cuma sotoy aja? Kok kamu bisa tau perempuan yang sedang aku taksir belakangan ini? What make you say that? Dari mana kamu tau kalau aku sedang suka dengan wanita itu? Aku tidak pernah menunjukkan sama sekali kekagumanku terhadap wanita itu kepada siapapun. Bahkan di dunia ini hanya ada 2 orang yang tau bagaimana perasaanku kepada wanita itu. Lalu tiba-tiba kamu hadir secara anonimus dan mengatakan kamu tau siapa yang aku taksir. Hmm… Aku jadi berfikir ulang lagi.

Ah sudahlah, nanti kita lanjutkan lagi obrolan kita, aku tidur dulu yah. Sudah jam 6 pagi dan aku harus meeting nanti siang di Depok. Pokoknya aku tunggu surat-surat kamu berikutnya.

Have a nice day, Perempuan Hujan…

Surat ke #1: Untuk Sahabat

•January 23, 2012 • 2 Comments

Hai sesuatu yang selalu aku sebut sahabat, apa kabarmu hari ini? Tidak pernah aku kira, kita yang tinggal berdekatan dan dulunya selalu menghabiskan waktu bersama ini sudah lama sekali tidak saling tegur dan sapa. Jujur bukannya aku sudah tidak memikirkan kamu lagi, bukannya aku tidak ingat atas setiap pembicaraan yang selalu kita habiskan bersama berjam-jam. Justru aku kangen kita saling berbicara bersama membahas mulai dari rindu, cinta, konspirasi, sampai dengan kiamat. Tapi aku masih takut untuk memulai pembicaraan semenjak kejadian itu dulu.

Masih marahkah kamu kepada aku? Masih bencikah kamu atas apa yang telah aku perbuat kepadamu, kepada kita dulu? Atau kamu masih marah kepada Tuhan yang telah mengutukmu, mengutuk kita atas segala perbuatan yang kita lakukan dahulu? Kalau saja kamu mau mendengarku sejenak, sebenarnya Tuhan tidak mengutuk kita, Tuhan justru memberikan jalan yang terbaik untuk dia, maupun untuk kita.

Bukankah kamu yang dulu selalu mengajarkanku tentang arti ikhlas? Mengajariku cara mencari arti dari segala keputusan yang Tuhan berikan kepada hamba-hambanya? Mengapa sampai hari ini justru kamu yang malah sulit untuk mengikhlaskan kejadian itu? Iya aku tau, kamu sakit karena sebelumnya belum pernah ada seseorang yang begitu berani menyakitimu, terlebih orang itu adalah orang yang sangat kamu sayangi.

Aku tau kita memang tidak selalu sejalan, bahkan kita sering bertengkar. Tapi itulah yang membuat kita berbeda, itulah yang justru membuat kita dekat, membuat kita sering berdiskusi, membicarakan segalanya. Lantas mengapa semenjak kejadian itu kamu diam membisu? Tertidur dalam waktu yang lama, berpura-pura seakan-akan kamu sudah mati. Tidakkah kamu memikirkan keadaanku saat kamu tinggalkan? Tidakkah kamu lihat apa yang terjadi padaku semenjak kamu pergi? Sepi, sendiri…

Kini sudah 3 tahun berlalu semenjak kejadian itu, dan kamu masih saja tidak mau berbicara lagi kepadaku. Apa kiranya yang harus aku lakukan agar kamu mau kembali berbicara denganku?

 

Ketika, waktu tlah menciptakan cerita tentang kita

Mestinya, semua indah kini yang terasa

Sejujurnya kadang akupun tak mengerti, peran apa yang kita jalani

 

Seindahnya dunia ini takkan seindah bila kumilikimu dan kumilikmu

 

Bila memang bukan kita yang tentukan kemana arah cinta ini kan membawa

Berikanlah aku, satu jalanMu Tuhan

Agar aku mengerti apa yang kita jalani, kini…

 

Bilakah waktu tlah menentukan saatnya

Saat-saat untuk bersama, saat-saat kita jelang bahagia

Percayalah sayang bukan aku tak sayang, bila cinta tak mampu bertahan

 

Seindahnya cinta ini takkan seindah bila kumilikimu dan kumilikmu

 

Bila memang bukan kita yang tentukan kemana arah cinta ini kan membawa

Berikanlah aku, satu jalanMu Tuhan

Agar aku mengerti apa yang kita jalani

 

Tetaplah tersenyum, yakinlah waktu kan tentukan saatnya

Aku dengan mu…

Maliq & D’Essential – Dan Ketika

 

Sekarang dengarkan baik-baik lagu itu dan coba kau ingat ketika kita sama-sama menangis mendengar dan meresapi lirik lagu tersebut. Membuat kita seolah-olah saling berpelukan dan melebur jadi satu oleh lagu. Lalu kemudian lagu itu menjadi ‘kado’ terakhir yang dia berikan kepada kita, sebuah tanda perpisahan antara dia dan kita. Perpisahan yang terjadi karena aku dengan kesombonganku justru memaksamu untuk diam dan tidak menyadari ada yang salah dengan kita. Membuat dia pergi dengan laki-laki lain yang lebih mengerti dan lebih mencintai dia dibandingkan kita.

Sekali lagi maaf. Maaf apabila kesombonganku membuat kita ditinggalkan oleh wanita yang saat itu kita beri gelar ‘calon istri’. Maaf apabila aku terlalu membiarkanmu larut dalam kesedihan hingga bertahun-tahun. Maaf bila aku tidak mampu menyapamu langsung, melainkan melalui surat ini. Lagi-lagi aku menyalahkan kesombonganku yang membuat aku menjadi lemah seperti ini.

Aku tau kamu mendengarku. Aku tau kamu akan membaca surat ini. Dan aku tau kamu belum mati. Aku tau kamu hanya terlalu berhati-hati, Hati.

 

Surat untuk: Hati. Sebuah sanubari yang hampir mati.

 

Surat dari: Logika. Sahabat yang merindukan sentuhan dari Hati